[Cerpen] : The Last Strike (Part 4)


“Rick telah tewas.” Sergeant Eric berbisik di microphone-nya. Kevin yang baru saja tiba di bangunan lantai dua, menghentikan langkahnya dan menelan ludah. Seorang teman yang paling sering tertawa, telah terbunuh. Kevin tidak berlama-lama berhenti, dia segera mendobrak pintu samping bangunan itu, lalu masuk dan naik ke lantai dua.
“Kevin, bersiaplah, dua orang sedang menuju reaktor, hentikan mereka!” Sergeant Eric memberi peringatan kepada Kevin, setelah tadi sempat melihat ada dua orang milisi berlari menjauhi area baku tembak di dalam gudang, salah satunya membawa tas yang pastinya berisi bom jenis C4. Kevin yang belum sempurna mengambil posisi, melihat di kejauhan dua orang milisi berlari ke arah reaktor. Dengan panik, Kevin memasukkan peluru ke dalam slot, menguncinya, dan mulai membidik. “Duaarrr!!” Salah satu dari dua orang milisi tadi ambruk. Milisi satunya berhasil mencapai bangunan reaktor dan hilang dari pandangan Kevin karena terhalang oleh dinding bangunan reaktor.

Kevin kembali mengarahkan senapannya ke arah milisi yang tertembak barusan, Kevin menyadari bahwa milisi yang tertembak tidak membawa tas. “Darurat! Bom telah sampai di reaktor.” Kevin melapor. Mendengar laporan dari Kevin, Sergeant Eric sadar bahwa mereka harus secepat mungkin melewati gudang ini. Milisi yang membawa bom tadi pasti tidak akan membuang waktu untuk segera mengaktifkan timer bom itu.
“Connor! Grenade!” Perintah Sergeant Eric. Connor dengan sigap melempar sebuah high-explosion grenade ke arah seorang milisi. Namun milisi itu sempat berlari dan melompat ke balik box besi di belakangnya. Terdengar ledakan yang memekakkan telinga dari dalam gudang. Sesaat setelah itu, gantian sebuah grenade dilemparkan oleh seorang milisi ke arah truk, sebagai balasan. Dave yang menyadari ada benda menggelinding di bawah truk, refleks berlari dan melompat ke arah kiri. Ledakan terjadi dan membuat truk itu terguncang lalu terbakar. Dave sedikit terpental, sekarang dua milisi di dalam gudang bisa dengan jelas melihat posisi Dave.
“Lindungi Dave!!” Sergeant Eric berteriak. Ketiga pasukan yang masih di sisi gudang secara bersamaan memberi tembakan perlindungan untuk Dave. Sebelum baku tembak terjadi lagi, dua milisi di dalam gudang dengan cerdik berpindah menuju box yang terletak lebih ke dalam, membuat ketiga pasukan itu terkecoh karena posisi yang tadi ditempati milisi itu kini sudah kosong.
Reed yang sadar akan keadaan tersebut, segera memberondong bagian gudang yang lebih dalam. Dengan cepat dia menemukan posisi dari seorang milisi, dan langsung menembakinya sampai mati. Namun di saat yang sama, Sergeant Eric yang masih belum menemukan posisi milisi itu, tertembak di bagian perut beberapa kali. Sergeant Eric tersungkur di depan Reed. Connor memberikan tembakan perlindungan selagi Reed menyeret tubuh Sergeant Eric. Dave yang sudah bangkit dari tempatnya, berlari membantu Reed.
Dengan wajah kesakitan dan napas yang sesak, Sergeant Eric berbisik. “Good luck, son.” Kemudian Sergeant Eric mengerang keras beberapa detik, meregang nyawa. Melihat komandannya tewas, Reed, Dave, dan Connor kompak mengeroyok satu milisi yang tersisa di dalam gudang. Ketiga pasukan itu menghabisi satu milisi itu dengan beringas. Entah berapa peluru yang merobek tubuhnya.
Dengan napas terengah-engah, Reed berbicara lewat microphone. “Commander is down!! I repeat, commander is down..!! Kevin, you take the point.” Reed memerintahkan Kevin untuk mengambil alih pimpinan. Kevin kaget dengan penunjukan itu. Di situasi seperti ini, Kevin sadar tidak ada waktu untuk melakukan protes. Reed berpikir bahwa sekarang yang tahu posisi bom, hanyalah Kevin, sehingga dia menyerahkan komando kepadanya.
Bomb has been planted. One guy left. Go on!!” Kevin memberikan perintah pertamanya, sambil terus mengawasi sekitar reaktor, barangkali milisi yang membawa bom tadi muncul tiba-tiba.
Dengan satu isyarat dari Reed, ketiga pasukan itu maju menyusuri dalam gudang dengan terburu-buru. Kurang beberapa meter sebelum bagian belakang gudang, rentetan tembakan terdengar dari kejauhan. Milisi tadi yang membawa bom,  menghamburkan pelurunya ke arah dalam gudang. Reed yang sedang berjongkok di balik box kayu, tiba-tiba terpental ke belakang. Sebuah amunisi menembus box kayu itu dan mengenai kepalanya. Darah melumuri wajah Reed yang matanya terbelalak. Reed tewas.
Demi melihat kematian temannya, Connor muncul dari balik box dan menyerbu posisi milisi tadi dengan puluhan tembakan, namun karena jaraknya jauh, tembakan Connor tidak mengenai sasaran. Melihat kondisi itu, Dave ikut berdiri membantu Connor. Dengan senapannya, Dave bisa menembak lebih akurat. Dengan tiga kali tembakan, milisi itu roboh.
Connor! Defuse the bomb now! Dave, cover Connor!!” Kevin melanjutkan perintahnya.
Kevin tahu bahwa Connor lebih berani dalam hal menjinakkan bom daripada Dave. Dengan langkah hati-hati, Connor mendekati lokasi bom yang terletak beberapa meter dari bangunan reaktor. Bunyi ‘beep’ terdengar dengan tempo yang semakin cepat, Connor tidak punya banyak waktu untuk mematikan bom ini. Dave bersiaga dekat pintu gudang belakang. Laras senjatanya mengawasi berbagai arah secara bergantian. Connor meletakkan senapannya, kemudian mengambil beberapa peralatan untuk membuka sirkuit bom. Dengan teliti dan konsentrasi maksimal, Connor memotong satu per satu kabel yang ada di sirkuit itu. Tangannya sedikit gemetar, keringat menetes dari lehernya, jika salah urutan memotong kabel akibatnya bisa fatal.
Sambil menunggu Connor, Kevin mengarahkan scope-nya ke sekeliling Dave, lalu ke arah cooling tower yang berbentuk seperti cerobong. Pandangan Kevin menangkap bayangan yang ada di balik cooling tower itu. “Dave, awas arah jam 9!!” Belum selesai Kevin berteriak, terdengar suara tembakan yang membuat tubuh Dave ambruk.
“Ada apa Kevin??” Tanya Connor, kepalanya menengok ke belakang dan mendapati Dave sudah tergeletak.
“Bangsat! Connor, teruskan tugasmu.” Perintah Kevin sambil membidik ke arah bayangan tadi. Kevin bisa melihat bahwa sosok itu membawa senjata AK-47, berarti total militan itu bukan sepuluh, tapi sebelas orang!! Belum sempat Kevin menarik pelatuknya, sebuah tembakan mengenai laras senapannya. AWM itu terguncang, moncongnya sedikit terbakar. Gila! Dia bisa menembak seperti itu dari jauh, kata Kevin dalam hati.
“Senapanku rusak, Connor.”
“Apa?? Dimana posisi bajingan itu??” Connor meraih senapannya kembali, bersiap untuk berbalik badan.
Beep...beep...beep...
“Selesaikan saja tugasmu, Connor!!”
“Apa yang akan kau lakukan?? Kevin!! Jangan lakukan hal bodoh!!”
“Diam!! Aku komandannya Connor!!”
Beep..beep..beep..beep....
Mendengar bunyi beep yang sudah sangat cepat, Connor kembali meletakkan senapannya, meraih bom itu, dan mencoba berkonsentrasi lagi. Connor mendengar ada suara kaca pecah dan suara sepatu menghujam lantai beton. Rentetan tembakan tadi terdengar lagi, kali ini lebih keras. Rentetan itu dibalas dengan tembakan dari sepucuk pistol, yang pasti itu milik Kevin. Baku tembak sengit terjadi. Tinggal satu kabel lagi yang harus dipotong oleh Connor.  Aksi tembak-menembak antara Kevin dan satu milisi tersisa itu masih berlangsung. Ketika Connor berhasil memotong kabel terakhir, terdengar rentetan yang sangat panjang dari AK-47 milisi itu. Setelah itu, tembakan pistol Kevin tidak terdengar lagi.
“Kevin!! Jawab aku Kevin!!”
Menyadari Kevin tak lagi merespon, Connor segera berdiri dan berlari ke balik bangunan reaktor. Desingan peluru terdengar di sekitar kakinya. Setelah berhasil menghabisi Kevin, milisi itu mulai mengincar nyawanya. Connor tak sempat mengambil senapannya tadi. Dia bersandar di balik bangunan reaktor itu dengan napas terengah-engah.
Connor mencabut pistol FN Five-Seven dari pinggangnya, lalu menarik hammer-nya dengan tangan kiri. Dia mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Apa yang harus dia lakukan? Melawan AK-47 dengan pistol seperti yang dilakukan Kevin?? Connor mendengar langkah kaki itu semakin pelan. Pikirannya masih ngeri dengan suara rentetan tembakan tadi. Tunggu!! Rentetan tembakan? Connor memejamkan mata, mengingat-ingat berapa lama tadi dia mendengar rentetan tembakan itu.
Ah! Inilah saatnya! Connor melompat dan berlari ke depan milisi itu. Dengan refleks milisi itu menarik pelatuknya. Connor membalasnya dengan menembak sambil berlari. Milisi itu baru beberapa kali menembak, saat sebuah peluru pistol Connor mengenai dadanya. Milisi itu tidak mau menyerah, dia melanjutkan menarik pelatuk, namun tidak keluar suara tembakan, magazine-nya kosong!! Belum hilang kekagetan milisi itu, peluru dari pistol Connor menghujani tubuh penjahat itu.

Connor menghentikan tembakannya. Napasnya masih terengah-engah. Di depannya sudah tergeletak mayat milisi tadi. Connor tidak kuat lagi berdiri, tangannya memegang pinggangnya yang tertembak. Tangannya basah oleh darah. Keringatnya mengucur deras, pandangannya mulai kabur, napasnya semakin sesak. Connor ambruk.

(bersambung)

No comments:

Powered by Blogger.