Procrastination Healing : Kenali, Akui, dan Sembuhkan Sikap Menunda-nunda


Apa yang saya tulis di sini adalah hasil membaca dari buku “The Procrastination Cure 7 Langkah menghentikan sikap Menunda-nunda” untuk yang ke 3x-nya. Ya, saya sudah baca buku ini tiga kali, dan setiap selesai membacanya selalu ada pemahaman yang bertambah dibandingkan sebelumnya, tapi bukan berarti saya sudah mengaplikasikan semuanya, justru saya seperti mulai dari nol lagi.

Sebelum menulis lebih jauh, saya ingin mengakui bahwa saya terkena penyakit menunda-nunda, terbukti saya menunda-nunda untuk menulis artikel ini di blog sejak pertengahan tahun 2013 dan baru terwujud hampir DUA TAHUN setelah itu!!! Sekarang posisi saya adalah orang yang sedang dalam masa penyembuhan dari sikap menunda-nunda.

Buku "Procrastination Cure" (Jeffery Combs)


Menyadari sikap menunda-nunda

Menurut buku ini, 20% orang mengaku sebagai penunda-nunda, dan entah berapa persen orang yang tak pernah mengaku atau belum pernah mengaku. Seringkali seseorang tak sadar telah melakukan sikap ini, karena memang efek penyakit ini adalah menimbulkan pengingkaran (tidak mau menyadari dan mengakui bahwa telah menunda-nunda).

Cara pandang untuk melihat persoalan penyakit ini adalah menempatkan menunda-nunda sebagai akibat. Lalu apa penyebabnya? Kita menghindar untuk mengerjakan sesuatu (bagian dari menunda-nunda) karena kita membayangkan “rasa sakit” yang akan timbul jika kita memulai mengerjakannya. Rasa sakit itu hanyalah asumsi kita, bahkan bisa jadi hanya ilusi yang dibuat-buat oleh otak kita. Kita tentu tidak mau merasakan sebuah “rasa sakit”, dan akhirnya menjadikan kita tidak mengerjakan sesuatu tersebut. Inilah mengapa menunda-nunda juga bisa dikatakan sebagai sikap memberontak, memberontak untuk menghindari “rasa sakit”.

Definisi menunda-nunda
Seringkali dalam fase memberontak tersebut, kita menciptakan hal yang lebih remeh untuk dikerjakan. Kita sangat sibuk tetapi tidak ada pekerjaan penting yang dilakukan. Bisa jadi jadwal kita padat dari pagi hingga malam, namun isi kegiatannya adalah pelarian dari pekerjaan yang seharusnya kita lakukan. Ambil contoh seorang mahasiswa, pagi siang sore menghadiri kuliah dan praktikum. Malamnya ikut(-ikutan) rapat, makan bareng, baca novel, curhat, nonton di laptop, dsb. Lalu bagaimana dengan tugas kuliah dan laporan? Tenaga sudah terlanjur habis sebelum kewajiban dikerjakakan.
Banyak orang yang bangga bahwa mereka (kita) baru benar-benar on-fire ketika deadline sudah di depan mata, mengandalkan adrenalin, dan berhasil menyelamatkan diri di menit-menit terakhir. Itu salah kaprah, justru itulah sikap menunda-nunda yang kronis (menurut buku ini). Contoh lain kebiasaan menunda-nunda adalah : kamar berantakan, koleksi barang-barang tak berguna di lemari/laci, belajar sistem kebut semalam (SKS), tugas baru selesai di detik terakhir, lambat nge-draft skripsi, menunda diet, melupakan resolusi awal tahun, dsb. Kita menunggu hingga “rasa sakit”-nya cukup besar, lalu dengan bantuan adrenalin tiba-tiba kita berubah menjadi manusia super yang mengerjakan sesuatu secepat kilat. Hasilnya, kita menyebut diri kita “mampu bekerja di bawah tekanan”, padahal tekanan tersebut kita sendiri yang menciptakan, akibat menunda-nunda, bukan dari bos atau atasan.

Setiap orang punya impian, visi, dan tujuan yang besar. Misal, saya ingin lulus tepat waktu, saya ingin mendapat IP tinggi, saya ingin menjadi pemimpin yang baik. Namun karena sikap menunda-nunda, menghindar dan mengerjakan hal lain, kita jadi lupa dengan impian kita. Seakan-akan sikap menunda-nunda telah mengubur komitmen kita untuk meraih impian tersebut.

'bersiap-siap untuk siap'
Orang yang menunda-nunda selalu membayangkan jalan panjang di depan mereka, atau beban kerja yang menumpuk untuk meraih tujuannya, hingga merasa tidak mampu untuk mengayunkan langkah pertama. Orang yang menunda-nunda selalu menunggu waktu yang paling tepat/sempurna untuk mengerjakan sesuatu, sedangkan pada akhirnya waktu yang dimaksud tak akan pernah datang. Orang yang menunda-nunda selalu ‘bersiap-siap untuk siap’, mereka melakukan pekerjaan pendahuluan terlalu lama, mempelajari, menganalisis, menimbang-nimbang, padahal yang mereka butuhkan adalah langsung mengerjakan inti dari pekerjaan tersebut.



Menunda-nunda juga tidak lepas dari godaan. Ketika kita nyaris melakukan suatu pekerjaan, tiba-tiba kita terkena godaan dan malah mengikutinya. Sebutlah ajakan dari teman, nge-cek FB/twitter/path/ig, game di smartphone, acara TV, dan lain-lain. Lalu di akhir, kita mengeluh dan menyalahkan godaan tersebut. Sikap menunda-nunda menghasilkan rasa bersalah, malu, dan akhirnya mencari kambing hitam alih-alih mengevaluasi diri sendiri.

 
Memulai terapi penyembuhan

Menunda-nunda adalah penyakit, dan tentu saja bisa disembuhkan. Pertama kita perlu memperkuat identitas diri bahwa kita adalah seorang yang sedang menyembuhkan diri dari sikap menunda-nunda, afirmasikan itu di dalam pikiran dan hati kita, dan yakinlah. Ingat selalu bahwa menunda-nunda bukanlah sifat default yang ada pada diri manusia, sikap alamiah kita adalah produktif. Kemudian mulailah secara jujur mengidentifikasi bidang-bidang yang memunculkan “rasa sakit” dan tanyakan pada diri sendiri kenapa “rasa sakit” itu bisa ada, padahal sebenarnya tidak nyata.

Di dalam buku yang saya baca ini, ada 7 langkah untuk membantu TERAPI penyembuhan sikap menunda-nunda :

#1  Memecah waktu
Pikirkan apa yang dapat dilakukan dalam 15 menit, sederhana saja, paksakan diri dan hilangkan asumsi “rasa sakit” untuk bisa memulainya. Lihat seberapa banyak yang bisa dikerjakan dalam 15 menit itu, pasti banyak! Dari latihan itu, semakin lama anda akan menyadari begitu banyak yang bisa dikerjakan dalam 15 menit. Lalu lanjutkan dalam pecahan waktu 1 jam, begitu seterusnya.

#2 Buat tujuan-tujuan kecil
Kita boleh punya tujuan besar, tapi jangan pernah berharap mencapainya tanpa memecahnya menjadi tujuan-tujuan kecil. Tujuan kecil ibarat ‘tempat transit’ ketika kita sedang menempuh perjalanan panjang. Tentukan tujuan kecil yang ‘reachable’, taruhlah kita ingin menjual 1000 produk dalam setahun, maka lebih kita fokuskan adalah bagaimana menjual sekitar 3 produk per hari, karena menjual 1000 produk bukanlah proses yang ‘sim salambim’. Tujuan besar yang tidak tercapai hanya menimbulkan kekecewaan pada diri sendiri, yang kemudian membuat kita tenggelam dan kembali menunda-nunda. Jangan lupa untuk mengapresiasi diri ketika tujuan-tujuan kecil ini tercapai, agar motivasi kembali fresh.

#3 Belajarlah untuk teratur
Ini berkaitan erat dengan prinsip orang-orang sukses. Di balik keberhasilan pasti ada keteraturan yang dilakukan. Bisa dipastikan seorang penghafal Al-Qur’an selalu menyetorkan hafalannya tiap hari. Cobalah untuk mengatur daftar aktivitas setiap pagi atau malam sebelum tidur, lalu berkomitmenlah untuk mengerjakannya. Tak peduli berapa persen rencana yang terlaksana, tetap lakukan itu tiap hari, daripada tidak mengaturnya sama sekali. Lagi pula ini adalah terapi.

#4 Gunakan alat bantu
Lanjutan dari langkah #3, sebagai pengingat aktivitas, tulis lah rencana harian/mingguan/bulanan kita. Bila perlu hingga detail jam berapa. Lalu berkomitmenlah. Menjadi orang yang teratur adalah habits, dan semua habits bisa dilatih, salah satunya dengan bantuan pengingat.

#5 Singkirkan pengalih perhatian
Seringkali kita terjebak dalam mode menunda-menunda, karena adanya pengalih perhatian. Zaman sekarang, banjir informasi dan media sosial menjadi pengalih perhatian paling besar. Kita banyak mengakses informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan, tapi kita merasa butuh. Hidup kita akan terus bergerak maju tanpa memantau media sosial terlalu sering, bahkan bisa jadi hidup akan lebih tenang. Pilah dengan bijak hal-hal yang tidak kita sadari menjadi pengalih perhatian, ganti dengan hal yang lebih penting.

#6 Sadar tentang reward
Ganjaran/reward adalah hasil dari perbuatan kita, dalam artian yang positif. Ciptakan imajinasi tentang reward yang akan kita terima jika berhasil melakukan sesuatu. Hal ini akan sangat membantu memotivasi kita untuk bertindak, karena satu-satunya jalan untuk bisa mendapatkan ganjaran tersebut adalah dengan melakukan. Afirmasi kepada diri sendiri bahwa kita pantas untuk menerima reward tersebut.

#7 Introspeksi
Tahap ini adalah awal repetisi dari terapi penyembuhan menunda-nunda. Sikap jujur dan rendah hati akan membuat hasil introspeksi yang objektif. Sejauh mana terapi kita berefek, kekeliruan apa yang kita perbuat, dan hal apa yang bisa kita perbaiki. Tanpa kejujuran, proses introspeksi hanya membuat kita menyalahkan hal/orang lain.

Perlu diingat, menyembuhkan sikap menunda-nunda bukanlah proses satu malam atau sekali jadi. Kita perlu mendisiplinkan diri dan berjuang keras agar terapi ini berhasil. Semakin jauh kita dari sikap menunda-nunda, semakin banyak bidang kehidupan yang bisa kita tingkatkan, entah itu pekerjaan, finansial, kesehatan, ibadah, dan masih banyak lagi. So, ayo perangi penyakit menunda-nunda...!!!

No comments:

Powered by Blogger.