Potensi Kulit Durian Kartono sebagai Sumber Energi Alternatif Biobriketdi Daerah Pekalongan
Potensi Kulit Durian Kartono sebagai Sumber Energi Alternatif Biobriket di Daerah Pekalongan
oleh :
Moh. Achor Mardliyan
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bersama juga, keberadaan bahan bakar yang semakin mahal dan langka, menjadi sebuah masalah. Sedangkan dalam industri di Indonesia mayoritas membutuhkan adanya bahan bakar. Tidak hanya di industri, juga untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Tak heran, banyak orang berlomba mencari sumber alternatif energi yang dapat menggantikan bahan bakar yang ada.
Semakin terbatasnya jumlah bahan bakar fosil memicu munculnya kebutuhan akan sumber energi alternatif, bahkan energi yang terbarukan. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang menyatakan bahwa pemerintah mengajak kepada seluruh pihak maupun kalangan masyarakat Indonesia untuk menyukseskan pengembangan sumber energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak. Sumber energi terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Hal ini akan lebih baik lagi apabila berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan, sampah organik di Indonesia mencapai 60-70 persen dari total volume sampah yang dihasilkan (Hatta, 2007), sehingga apabila diabaikan maka dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, munculnya penyakit dan menurunkan nilai estetika atau keindahan kota serta masalah-masalah lainnya.
Salah satu solusi untuk mengatasi sampah adalah dengan cara mendaur ulang/ memanfaatkan sampah yang sebenarnya masih memiliki nilai guna lain, untuk menjadi sesuatu yang masih dapat kita pakai. Salah satu jenis sampah yang potensial adalah sampah organik yang dihasilkan buah durian, berupa kulit. Meskipun kulit durian adalah sampah organik, yang dapat diurai secara alami oleh dekomposer, namun dibutuhkan waktu yang cukup lama. Ternyata sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa kulit durian pun dapat dibuat menjadi briket yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar.
Sekilas tentang biobriket
Biobriket umumnya digunakan untuk kebutuhan kalor dalam memasak. Biobriket dapat dikatakan lebih unggul daripada briket batubara karena briket biomassa relatif lebih mudah dinyalakan daripada briket batubara akibat titik lelehnya yang rendah. Bau yang dikeluarkan dari pembakaran biobriket juga tidak terlalu menyengat sebagaimana bau yang dikeluarkan selama pembakaran batubara. Jika dilihat dari aspek polusinya, biobriket jauh lebih rendah polusinya dibandingkan polusi dari pembakaran batubara karena biobriketmempunyai kadar sulfur yang kurang dari 1% (Anonim, 2008). Dari sejumlah pengalaman terlihat bahwa dengan menggunakan biobriket yang nilai kalornya setara dengan 0,76 liter minyak tanah akan terjadi penghematan biaya bahan bakar sebesar 40-56% dengan asumsi harga minyak tanah Rp. 3.500.liter (Anonim, 2008).
Biobriket merupakan peluang yang baik dalam menjadi solusi permasalahan kelangkaan energi bagi rumah tangga karena harga yang relatif murah, nilai kalor yang dapat bersaing, lebih mudah dalam penyalaan, tidak menghasilkan bau saat digunakan, kandungan sulfur rendah sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan, bahan baku melimpah, serta teknik pembuatannya yang relatif mudah.
Potensi Durian Kartono di daerah Pekalongan
Buah Durian (Durio zibethinus murr) merupakan buah tropika yang banyak tumbuh di Asia Tenggara. Buahnya besar dan berduri dengan kulit buah yang keras dan tebal hampir seperempat bagian dari buahnya merupakan bagian yang dibuang begitu saja sampai akhirnya menjadi busuk. Apabila dilihat dari karakteristik bentuk dan sifat-sifat kulitnya, sebenarnya banyak manfaat yang dapat dihasilkan dari kulit buahnya misalnya untuk bahan campuran papan partikel, papan semen, arang briket, arang aktif, filler, campuran untuk bahan baku obat nyamuk dan lain-lain (Hatta, 2007).
Daerah Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu penghasil durian terbesar di Jawa Tengah. Salah satu varietas yang terkenal dengan rasanya yang enak dan paling banyak dicari adalah Durian Kartono. Durian ini berukuran sedang, mempunyai rasa manis getir (pahit), dagingnya kuning, berbiji kecil, dan teksturnya empuk (Setiawan, 2009). Ada tiga kecamatan yang menjadi penghasil utama jenis durian ini. Setiap tahunnya saat musim durian, diadakan festival durian yang menjadi tujuan wisata bagi penggemar durian Jawa Tengah, hal ini membuktikan popularitas dari durian Kartono. Harga yang ditawarkan cukup mahal, yaitu sampai Rp 100.000,- per buah.
Dengan jumlah produksi durian yang besar, maka akan didapatkan limbah kulit durian yang banyak pula.
Industrialisasi biobriket kulit durian Kartono
Secara singkat, pembuatan biobriket kulit durian awalnya dengan cara mencacah kulit durian menjadi bagian yang kecil-kecil agar proses pembakaran nanti lebih cepat. Kemudian cacahan dijemur sampai benar-benar kering. Langkah selanjutnya adalah pembakaran kulit durian dengan jerami atau ranting dalam tempat seperti drum yang berlubang.
Arang hasil pembakaran dihaluskan dan disaring untuk menghasilkan butiran arang yang seragam. Lalu tambahkan larutan kanji sebagai perekat, kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan arang-kanji tersebut dijemur sampai kering, dan disimpan di tempat yang tidak lembap.
Kulit durian bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar briket karena mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin, unsur selulosa serta lignin yang mudah terbakar.
Menurut hasil penelitian, sebuah briket bisa menyala hingga 30 menit dengan suhu rata-rata 60o C. Dalam jumlah massal, satu kilogram briket bisa digunakan untuk memasak lebih dari empat jam. Briket arang kulit durian dapat dijual dengan harga Rp 1.500 per kilogram.
Briket kulit durian memiliki beberapa keunggulan daripada briket arang kayu dan arang batok kelapa, apalagi dibandingkan briket batubara. Selain bisa ikut memecahkan masalah penanganan limbah durian, ketersediaan limbah kulit durian di Jawa Tengah juga melimpah. Bahkan briket ini menimbulkan bau harum ketika digunakan, sehingga cocok digunakan untuk industri makanan, baik berskala rumah tangga maupun besar. Karena beberapa keunggulan itulah, briket kulit durian memiliki potensi pasar terbuka luas, baik pasaran lokal, domestik, dam ekspor.
Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan 1 kg briket kulit durian dengan harga Rp 1.500/kg mampu menghasilkan kalori 5.010 Kkal. Sementara penggunaan 1 liter minyak tanah (harga Rp 2.500/liter) hanya mampu menghasilkan 4.400 kkal (Marjono, 2009).
Jadi penggunaan briket kulit durian jauh lebih murah sekitar 409 kkal ketimbang menggunakan minyak tanah. Sayang jika kulit durian di Jawa Tengah hanya dibuang ke tong sampah tanpa menghasilkan nilai tambah. Inilah peluang inovator, inventor, dan lembaga penghasil teknologi untuk terus berkreasi dan berinovasi.
Melihat potensi yang telah dibahas, sangat disarankan untuk mewujudkan produksi biobriket kulit durian dalam skala industri. Jika dalam skala industri, maka proses pembuatan biobriket kulit durian dapat menggunakan teknologi yang digunakan dalam pembuatan briket batubara, sehingga produksi lebih efisien, dan dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam skala besar.
Industri ini juga merupakan industri yang bersifat padat karya, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan, serta mengembangkan perekonomian di pedesaan. Di samping itu, ditinjau dari aspek lingkungan, industrialisasi briket kulit durian merupakan industri yang berwawasan lingkungan, karena menjadi salah satu solusi untuk mendaur ulang sampah organik yang dihasilkan setiap tahunnya.
Kesimpulan
Limbah kulit durian varietas durian Kartono di Kabupaten Pekalongan sangat potensial untuk dijadikan industri biobriket berbahan kulit durian, karena jumlah limbah yang sangat besar mengingat daerah Pekalongan merupakan salah satu penghasil durian terbesar di Jawa Tengah. Industri ini dapat menjawab tantangan kelangkaan bahan bakar fosil, sebagai salah satu sumber energi alternatif, khususnya untuk kebutuhan memasak. Selain menyelesaikan masalah energi, juga dapat menjadi salah satu solusi pengelolaan lingkungan dengan mendaur ulang limbah organik kulit durian menjadi barang yang bernilai tambah.
Daftar Pustaka
Anonim. 2008. Biobriket, Briket Ramah Lingkungan. (terhubung berkala) www.briket.co.cc. (20 Desember 2008)
Hatta, Violet. 2007. Manfaat Kulit Durian Selezat Buahnya. Karya Ilmiah. Universitas Lampung.
Setiawan, Arif. 2009. Durian Doro, Durian Lolong, Durian Sonto, Pekalongan, Jawa Tengah. (terhubung berkala) http://monyetdaun.blogspot.com/2009/12/durian-doro-durian-lolong-durian-sonto.html. (4 September 2011)
Marjono. 2009. Kulit Durian sebagai Energi Alternatif. (terhubung berkala) http://untukbumiku.blogspot.com/2009/08/briket-kulit-durian-sebenarnya-tak-jauh.html. (7 September 2011)
Sekian. . . . Semoga bermanfaat. . . . Ka-Chaw!!
Bogor, 7 September 2011
No comments: