Menulis....?
Pernahkah anda menuliskan ide-ide anda? Pastinya pernah, bahkan sudah ribuan kali, dimulai sejak anda bisa merangkai kalimat-kalimat di Sekolah Dasar. Menulis merupakan memuntahkan apa yang ada di pikiran, dalam satu halaman kosong, kemudian merangkainya menjadi bacaan yang bisa dimengerti banyak orang. Dalam sebuah buku motivasi karya Jack Canfield, menulis adalah menghadirkan sepotong dari diri kita kepada pembaca, sehingga terkadang tulisan kita adalah sebuah representasi diri.
Nikmat
Banyak yang mengeluhkan bahwa aktivitas menulis cukup sulit dilakukan, alasannya? Tak jauh dari gabungan antara malas, tidak mau mencoba, acuh, dan sudah puas hanya sebagai konsumen tulisan. Orang cenderung melakukan kegiatan yang bisa dinikmati, artinya menulis pun harus bisa dirasakan nikmatnya, hal ini penting agar semakin banyak orang yang mau memutuskan untuk menulis.
Alangkah nikmatnya ketika menulis menjadi kegiatan yang melibatkan emosi kita, mengalirkan perasaan ke dalam huruf-huruf, dan melukiskan imajinasi ke dalam kata-kata. Tidak hanya produktif, tapi kejiwaan kita bisa terpuaskan. Segala jenis mood bisa disalurkan dengan menulis : marah, sedih, susah, senang, gembira, bangga. Sedangkan bentuk tulisannya bisa apa saja : opini, resensi, ulasan peristiwa, puisi, cerpen, dan sebagainya.
Lalu bagaimana caranya agar orang bisa merasakan nikmat itu? Tentunya harus melalui proses ‘mencoba’, nah yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana orang mau mencoba. Inilah yang sedang diusahakan oleh orang-orang yang sadar akan pentingnya menulis sebagai sebuah kebudayaan yang mampu membangun peradaban.
Stimulus
Sadar atau tidak, sudah banyak stimulus yang diberikan oleh berbagai pihak, agar lebih banyak lagi orang yang mau menulis. Pertama adalah kesempatan, begitu banyak media yang menawarkan kesempatan agar tulisan kita dibaca banyak orang, dari media cetak sampai media online. Bermacam rubrik telah tersedia seperti surat pembaca, editorial, cerpen, opini, dan sebagainya. Kedua adalah prestise, bagaimana kita diberikan feedback berupa penghargaan atas karya, bahkan nama kita dipajang saja sudah jadi kebanggaan tersendiri.
Ketiga adalah pencerdasan, bentuk yang terakhir inilah yang paling fleksibel karena bentuknya paling dinamis, bisa melalui training,buku motivasi, jargon-jargon, ‘pemaksaan’ menulis, dan masih banyak lagi. Kalau anda seorang mahasiswa, seharusnya dosen anda pernah memaksa anda menuangkan ide gagasan dalam sebuah artikel ilmiah.
Namun sayangnya, lebih banyak dari kita yang tak menyadari stimulus ini, mungkin memang karena isunya belum menyebar dan belum menjadi hal serius, tapi percayalah menulis adalah kegiatan positif yang memendam berbagai manfaat.
Syarat
Lalu apa sih syarat orang bisa menulis? Sederhana sekali, tentunya orang tidak akan bisa menulis kalau dia tidak pernah membaca, benar bukan? Bagaimana anda bisa menulis cerpen kalau belum pernah baca cerpen, kira-kira seperti itu logikanya. Mungkin saat ini bangsa Indonesia belum mempunyai modal yang bagus lantaran budaya membaca kita masih kurang, tapi itu bukan berarti kita mendapat kiriman peti mati.
Selain modal di atas, satu kunci penting lainnya adalah menyempatkan diri, bisa jadi kita belum menyadari potensi menulis kita hanya karena membawa prinsip “menulis kalau sempat”. Menulis adalah bakat umum semua orang, yang membedakannya adalah latihan dan jam terbang.
Jadi, kapan anda akan mulai menulis? Bagi anda yang sudah memulainya, selamat merasakan nikmatnya menulis.
![]() |
Rasakan kenikmatan menulis |
Banyak yang mengeluhkan bahwa aktivitas menulis cukup sulit dilakukan, alasannya? Tak jauh dari gabungan antara malas, tidak mau mencoba, acuh, dan sudah puas hanya sebagai konsumen tulisan. Orang cenderung melakukan kegiatan yang bisa dinikmati, artinya menulis pun harus bisa dirasakan nikmatnya, hal ini penting agar semakin banyak orang yang mau memutuskan untuk menulis.
Alangkah nikmatnya ketika menulis menjadi kegiatan yang melibatkan emosi kita, mengalirkan perasaan ke dalam huruf-huruf, dan melukiskan imajinasi ke dalam kata-kata. Tidak hanya produktif, tapi kejiwaan kita bisa terpuaskan. Segala jenis mood bisa disalurkan dengan menulis : marah, sedih, susah, senang, gembira, bangga. Sedangkan bentuk tulisannya bisa apa saja : opini, resensi, ulasan peristiwa, puisi, cerpen, dan sebagainya.
Lalu bagaimana caranya agar orang bisa merasakan nikmat itu? Tentunya harus melalui proses ‘mencoba’, nah yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimana orang mau mencoba. Inilah yang sedang diusahakan oleh orang-orang yang sadar akan pentingnya menulis sebagai sebuah kebudayaan yang mampu membangun peradaban.
Stimulus
Sadar atau tidak, sudah banyak stimulus yang diberikan oleh berbagai pihak, agar lebih banyak lagi orang yang mau menulis. Pertama adalah kesempatan, begitu banyak media yang menawarkan kesempatan agar tulisan kita dibaca banyak orang, dari media cetak sampai media online. Bermacam rubrik telah tersedia seperti surat pembaca, editorial, cerpen, opini, dan sebagainya. Kedua adalah prestise, bagaimana kita diberikan feedback berupa penghargaan atas karya, bahkan nama kita dipajang saja sudah jadi kebanggaan tersendiri.
Ketiga adalah pencerdasan, bentuk yang terakhir inilah yang paling fleksibel karena bentuknya paling dinamis, bisa melalui training,buku motivasi, jargon-jargon, ‘pemaksaan’ menulis, dan masih banyak lagi. Kalau anda seorang mahasiswa, seharusnya dosen anda pernah memaksa anda menuangkan ide gagasan dalam sebuah artikel ilmiah.
Namun sayangnya, lebih banyak dari kita yang tak menyadari stimulus ini, mungkin memang karena isunya belum menyebar dan belum menjadi hal serius, tapi percayalah menulis adalah kegiatan positif yang memendam berbagai manfaat.
Syarat
Lalu apa sih syarat orang bisa menulis? Sederhana sekali, tentunya orang tidak akan bisa menulis kalau dia tidak pernah membaca, benar bukan? Bagaimana anda bisa menulis cerpen kalau belum pernah baca cerpen, kira-kira seperti itu logikanya. Mungkin saat ini bangsa Indonesia belum mempunyai modal yang bagus lantaran budaya membaca kita masih kurang, tapi itu bukan berarti kita mendapat kiriman peti mati.
Selain modal di atas, satu kunci penting lainnya adalah menyempatkan diri, bisa jadi kita belum menyadari potensi menulis kita hanya karena membawa prinsip “menulis kalau sempat”. Menulis adalah bakat umum semua orang, yang membedakannya adalah latihan dan jam terbang.
Jadi, kapan anda akan mulai menulis? Bagi anda yang sudah memulainya, selamat merasakan nikmatnya menulis.
“Karena umur tulisan tidak ada akhirnya” (Delmar, 2012)
No comments: